Friday 2 December 2016

Cerpen Gokil: Miss Narsis



Ada yang kangen sama cerpen saya? 
Jujur, saat ini saya lagi kesusahan bikin cerpen nih. 
Makanya, saya unggah aja cerpen lama yang masih tersimpan rapi di folder biar gak bulukan. Cekidottt, yuk!

tips: sebelum membaca habis, baca basmallah dulu, ya. Dan tolong abaikan foto di bawah ini. Hahaha 


Miss Narsis
Oleh : Riana Dewi


"Nay, tolong fotoin aku ya!?" Onie menyodorkan ponsel android-nya ke arahku.
Satu jepretan, dua jepretan, ... Onie bergaya seperti foto model profesional. Padahal background-nya cuma poster film yang sedang diputer di bioskop.
"Sekali lagi, Nay. Di sana, ya!" Tunjuk Onie ke sebuah antrian panjang. "Jadi pura-puranya aku lagi antri beli tiket ya."
"Gak! Aku udah pegel." Sungutku.
Sore itu, aku dan Onie pergi ke Supermall Karawaci. Ada film baru yang diputar. Onie memang teman yang menyenangakan. Namun kalau Narsis Syndrome-nya kumat, di mana dan kapan saja, ia sempatkan diri berfoto. Biasanya aku yang selalu jadi fotografer dadakan. Selesai difoto dan merasa puas, ia langsung tergelak. Aku memicingkan mata penuh arti. Biasanya, setelah cengar-cengir seperti itu, Onie bakal mengunggah foto narsisnya itu di berbagai situs jejaring sosial yang ia miliki. Dari twitter sampai facebook, Onie punya dan mungkin jaringannya sudah sampai ke luar negeri. Alamaakk!!!
"Eh, Nayyy, liat deh! Ada yang komenin fotoku nih!" Teriak Onie.
Tuh, kan! Apa kubilang?
***
Suasana kelas 2 IPA 2 menjadi binghar lantaran Pak Dodo, guru Fisika tidak datang mengajar. Sementara yang lain bersenda gurau, Onie lebih suka berselancar di dunia mayanya. Tuh, lihat saja tingkah polanya. Di kursinya, sambil pegang ponsel, cekikikan sendiri gak peduli ada aku di sampingnya.
"Nay, Nay, Nay ...," panggil Onie tiba-tiba. Aku menoleh.  "Kamu masih inget foto kemarin yang aku unggah itu?" Aku memutar bola mataku, berpikir. "Itu yang kita mau nonton itu?" jelasnya lagi.
"Iya, kenapa?" Jawabku ogah.
Onie memperpendek jarak. Ia menyerahkan ponsel yang menampilkan foto yang ia sebut itu.
"Kamu lihat, di sebelahku itu ada cowok lagi duduk kan?" Mata Onie seketika berbinar. Aku melihat kembali foto itu kemudian mengangguk. "Dia itu Dion Sagirang, Nay!" Serunya gembira.
"Kok kamu bisa tahu kalau itu Dion?"
"Barusan dia inbox aku. Hehe ... " Onie nyengir. "Katanya, kemarin itu kita sama-sama gak tahu. Kayaknya, hubungan ini bakal lanjut deh. Soalnya aku bisa nangkap lampu ijo tuh dari dia."
"Lampu lalu lintas kalii." Cibirku.
***
Seminggu kemudian ...
"Naylaaaa ...!" Suara khas Onie yang cempreng terdengar begitu nyaring di halaman rumah. Aku yang sedang menjaga Ninda, adikku yang berumur 4 tahun itu segera menghampirinya di luar.
"Hiyy, tumben minggu-minggu datang ke rumah. Pagi-pagi lagi. Ada apa, nih?" tanyaku malas.
"Duuhh, Nayla! Ada tamu bukannya dipersilahkan masuk kek, sodorin minum kek. Lha, ini malah ditanya ama pertanyaan yang gak bermutu kayak gitu!"
Aku membuka jalan, membiarkan Onie memasuki rumahku.
"Kamu ada acara gak siang nanti, Nay?" Kata Onie setelah duduk di sofa. "Antar aku, yuk!" Ajaknya.
"Kemana?"
"Ke Supermall Karawaci. Ketemu Dion.”
"Kamu serius, On?"
"Iyalah. Aku serius mau ketemu sama Dion."
"Hati-hati ihh. Siapa tahu Dion itu orang jahat. Kamu udah periksa profile dia belum?"
"Ahh, Nayla kolot! Aku udah cek semua tentang Dion dari foto dan identitas, sekolahnya di mana, hobby-nya apa, aku udah cek! Itu bener Dion kok. No immitation." Ucap Onie sok meyakinkan.
"Tapi tetep aja aku ngeri." Ucapku bergidik.
"Ah kamu mah lebay, kebanyakan nonton film."
"Ya udah terserah kamu. Cuma sorrie aja aku gak bisa antar. Tuh liat!" Dengan dagu, aku menunjukkan letak Ninda."Mama lagi ke rumah Tante, aku disuruh jaga Ninda."
Onie merengut. Tak lama kemudian, keningnya berlipat seperti sedang memikirkan sesuatu. "Hm, baiklah! Aku berangkat sendiri aja deh. Tapi kamu kudu doain, semoga dating pertama ini berjalan dengan lancar."
"Iya, aku doakan. Semoga Dion itu ada!" Gurauku.
***
"Naylaaaa ...!" Suara khas Onie yang cempreng terdengar begitu nyaring di halaman rumah. Aku yang masih menjaga Ninda itu segera menghampirinya di luar. Begitu kubuka pintu, aku tertegun menyaksikan wajah Onie yang tadi pagi cerahnya mengalahkan cerah mentari, kini bagai tersaput awan. Wajahnya mendung dung dung.
"Apa yang terjadi?" Tanyaku prihatin
"Dion itu emang ada, tapi dia sudah ada yang punya!" Kata Onie. Onie berdehem sekali, lalu dengan lancar ia menceritakan pertemuan pertamanya itu. "Aku gak nyangka, Nay. Awalnya, pas inbox-an sama Dion, aku ngerasa cocok banget. Dion juga gitu. Pas aku tanya udah punya cewek atau belum, Dion jawabnya belum. Yaudah aku percaya."
Aku mendengar cerita Onie dengan seksama. "Terus?"
"Pas tadi pagi itu, pas lagi enak-enak jalan, tiba-tiba ada cewek datang dan langsung nampar Dion. Ngakunya sih ceweknya. Terus di depan orang banyak dia nuduh aku udah rebut Dion. Duuhh, aku malu bangett, Nay. Kalau ada orang yang mempaparaziku, lalu mengunggah foto itu ke dumay, mau ditaruh di mana mukaku, Nay?"
Mendengar kalimat terakhir Onie, tawaku meledak. Di saat tertimpa musibah seperti itu, narsis dan pede tetap diutamakan.
"Kok kamu malah tertawa sih, Nay?"
"Yaaahhh, yang penting kamu udah ngebuktiin kalo Dion itu ada, kan? No immitation." Aku terbahak lagi. Selanjutnya, sebuah bantal melayang ke arah mukaku.

No comments:

Post a Comment