Ada yang kangen sama cerpen saya?
Jujur, saat ini saya lagi kesusahan bikin cerpen nih.
Makanya, saya unggah aja cerpen lama yang masih tersimpan rapi di folder biar gak bulukan. Cekidottt, yuk!
tips: sebelum membaca habis, baca basmallah dulu, ya. Dan tolong abaikan foto di bawah ini. Hahaha
Miss Narsis
Oleh
: Riana Dewi
"Nay,
tolong fotoin aku ya!?" Onie menyodorkan ponsel android-nya ke arahku.
Satu
jepretan, dua jepretan, ... Onie bergaya seperti foto model profesional.
Padahal background-nya cuma poster
film yang sedang diputer di bioskop.
"Sekali
lagi, Nay. Di sana, ya!" Tunjuk Onie ke sebuah antrian panjang. "Jadi
pura-puranya aku lagi antri beli tiket ya."
"Gak!
Aku udah pegel." Sungutku.
Sore
itu, aku dan Onie pergi ke Supermall Karawaci. Ada film baru yang diputar. Onie
memang teman yang menyenangakan. Namun kalau Narsis Syndrome-nya kumat, di mana dan kapan saja, ia sempatkan diri
berfoto. Biasanya aku yang selalu jadi fotografer dadakan. Selesai difoto dan
merasa puas, ia langsung tergelak. Aku memicingkan mata penuh arti. Biasanya,
setelah cengar-cengir seperti itu, Onie bakal mengunggah foto narsisnya itu di
berbagai situs jejaring sosial yang ia miliki. Dari twitter sampai facebook,
Onie punya dan mungkin jaringannya sudah sampai ke luar negeri. Alamaakk!!!
"Eh,
Nayyy, liat deh! Ada yang komenin fotoku nih!" Teriak Onie.
Tuh,
kan! Apa kubilang?
***
Suasana
kelas 2 IPA 2 menjadi binghar lantaran Pak Dodo, guru Fisika tidak datang
mengajar. Sementara yang lain bersenda gurau, Onie lebih suka berselancar di
dunia mayanya. Tuh, lihat saja tingkah polanya. Di kursinya, sambil pegang
ponsel, cekikikan sendiri gak peduli ada aku di sampingnya.
"Nay,
Nay, Nay ...," panggil Onie tiba-tiba. Aku menoleh. "Kamu masih inget foto kemarin yang aku
unggah itu?" Aku memutar bola mataku, berpikir. "Itu yang kita mau
nonton itu?" jelasnya lagi.
"Iya,
kenapa?" Jawabku ogah.
Onie
memperpendek jarak. Ia menyerahkan ponsel yang menampilkan foto yang ia sebut
itu.
"Kamu
lihat, di sebelahku itu ada cowok lagi duduk kan?" Mata Onie seketika
berbinar. Aku melihat kembali foto itu kemudian mengangguk. "Dia itu Dion
Sagirang, Nay!" Serunya gembira.
"Kok
kamu bisa tahu kalau itu Dion?"
"Barusan
dia inbox aku. Hehe ... " Onie nyengir. "Katanya, kemarin itu kita
sama-sama gak tahu. Kayaknya, hubungan ini bakal lanjut deh. Soalnya aku bisa
nangkap lampu ijo tuh dari dia."
"Lampu
lalu lintas kalii." Cibirku.
***
Seminggu
kemudian ...
"Naylaaaa
...!" Suara khas Onie yang cempreng terdengar begitu nyaring di halaman
rumah. Aku yang sedang menjaga Ninda, adikku yang berumur 4 tahun itu segera
menghampirinya di luar.
"Hiyy,
tumben minggu-minggu datang ke rumah. Pagi-pagi lagi. Ada apa, nih?" tanyaku
malas.
"Duuhh,
Nayla! Ada tamu bukannya dipersilahkan masuk kek, sodorin minum kek. Lha, ini
malah ditanya ama pertanyaan yang gak bermutu kayak gitu!"
Aku
membuka jalan, membiarkan Onie memasuki rumahku.
"Kamu
ada acara gak siang nanti, Nay?" Kata Onie setelah duduk di sofa. "Antar
aku, yuk!" Ajaknya.
"Kemana?"
"Ke
Supermall Karawaci. Ketemu Dion.”
"Kamu
serius, On?"
"Iyalah.
Aku serius mau ketemu sama Dion."
"Hati-hati
ihh. Siapa tahu Dion itu orang jahat. Kamu udah periksa profile dia
belum?"
"Ahh,
Nayla kolot! Aku udah cek semua tentang Dion dari foto dan identitas,
sekolahnya di mana, hobby-nya apa,
aku udah cek! Itu bener Dion kok. No
immitation." Ucap Onie sok meyakinkan.
"Tapi
tetep aja aku ngeri." Ucapku bergidik.
"Ah
kamu mah lebay, kebanyakan nonton
film."
"Ya
udah terserah kamu. Cuma sorrie aja
aku gak bisa antar. Tuh liat!" Dengan dagu, aku menunjukkan letak
Ninda."Mama lagi ke rumah Tante, aku disuruh jaga Ninda."
Onie
merengut. Tak lama kemudian, keningnya berlipat seperti sedang memikirkan
sesuatu. "Hm, baiklah! Aku berangkat sendiri aja deh. Tapi kamu kudu doain, semoga dating pertama ini berjalan dengan lancar."
"Iya,
aku doakan. Semoga Dion itu ada!" Gurauku.
***
"Naylaaaa
...!" Suara khas Onie yang cempreng terdengar begitu nyaring di halaman
rumah. Aku yang masih menjaga Ninda itu segera menghampirinya di luar. Begitu
kubuka pintu, aku tertegun menyaksikan wajah Onie yang tadi pagi cerahnya
mengalahkan cerah mentari, kini bagai tersaput awan. Wajahnya mendung dung
dung.
"Apa
yang terjadi?" Tanyaku prihatin
"Dion
itu emang ada, tapi dia sudah ada yang punya!" Kata Onie. Onie berdehem
sekali, lalu dengan lancar ia menceritakan pertemuan pertamanya itu. "Aku
gak nyangka, Nay. Awalnya, pas inbox-an sama Dion, aku ngerasa cocok banget.
Dion juga gitu. Pas aku tanya udah punya cewek atau belum, Dion jawabnya belum.
Yaudah aku percaya."
Aku
mendengar cerita Onie dengan seksama. "Terus?"
"Pas
tadi pagi itu, pas lagi enak-enak jalan, tiba-tiba ada cewek datang dan langsung
nampar Dion. Ngakunya sih ceweknya. Terus di depan orang banyak dia nuduh aku
udah rebut Dion. Duuhh, aku malu bangett, Nay. Kalau ada orang yang
mempaparaziku, lalu mengunggah foto itu ke dumay, mau ditaruh di mana mukaku,
Nay?"
Mendengar
kalimat terakhir Onie, tawaku meledak. Di saat tertimpa musibah seperti itu,
narsis dan pede tetap diutamakan.
"Kok
kamu malah tertawa sih, Nay?"
"Yaaahhh,
yang penting kamu udah ngebuktiin kalo Dion itu ada, kan? No immitation." Aku
terbahak lagi. Selanjutnya, sebuah bantal melayang ke arah mukaku.
No comments:
Post a Comment