Saturday 30 July 2016

Lomba Blog Dies Natalis Universitas Terbuka ke-32




Empat Windu Membangun Bangsaku



Dengan Teknologi, Universitas Terbuka Menjangkau yang Tak Terjangkau


Masih teringat jelas di benak saya beberapa tahun yang lalu, saat saya masih bekerja di Negeri yang katanya menyajikan surga bagi para Buruh Migran Indonesia (BMI), Hong Kong. Menyadari bahwa saya tidak akan selamanya menjadi ‘abdi dalem’ di negeri orang, sayapun segera mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas diri menyongsong ‘the real adventures’ di Indonesia. Di samping membekali diri dengan belajar informal, impian saya sejak 10 tahun yang lalu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi itu tetap berkorbar di dada.
Hal inilah yang melandasi saya memilih Universitas Terbuka sebagai alternatif utama memperoleh pendidikan formal. Saya sendiri sudah mengamati sepak terjang Universitas Terbuka di Hong Kong sejak tahun 2013. Namun baru bisa bergabung dengan Universitas Terbuka Pokjar Hong Kong Non Sipas di masa registrasi 2014.2, jurusan Akuntansi.

Mahasiswa UTHK Non Sipas selepas UAS 2016.1

 Jika ada yang bilang usia masih menjadi hambatan dalam menempuh pendidikan, jika ada yang masih memandang sebelah mata terhadap TKI/BMI khususnya BMI HK, itu semua non sense. Universitas Terbuka seperti memberikan secercah pembuktian kepada dunia bahwasanya BMI HK pun berpendidikan dan bermartabat. Sebab terbuka di sini berarti mahasiswa yang mendaftar tak perlu merisaukan masalah usia, tempat tinggal, profesi, tahun kelulusan ijazah SMA/sederajat, waktu belajar, masa registrasi dan cara belajar mahasiswa. Semua lapisan masyarakat berhak memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Di saat dulu pembelajaran konvensional atau tatap muka antara dosen dan mahasiswa menjadi satu-satunya cara, kini dengan hadirnya proses pembelajaran berbasis internet yang UT sodorkan, proses belajar mengajar semakin mudah dan fleksibel. Mahasiswa tak perlu datang ke kelas untuk belajar, juga tak perlu bingung membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah. Yang perlu dilakukan adalah dengan mengakses www.ut.ac.id untuk informasi lebih lanjut atau di saat ponsel berbasis android sudah mewabah, akses internet bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun, sebisa dan sesering mungkin aktif mengikuti tutorial online yang bisa diakses di elearning.ut.ac.id guna memperoleh maksimal 30% kontribusi terhadap nilai akhir semester.
Selain itu, skema pelayanan dan pembelajaran di UT juga sangat fleksibel. UT mengoptimalkan beragam media pembelajaran mulai dari media cetak (modul) maupun media elektronik (audio, video, radio, televisi dan internet) untuk membantu mahasiswanya dalam memahami materi pembelajaran.
Tentunya tidak ada sesuatu yang sempurna. Di awal-awal masa tutorial online, saya dan beberapa teman merasa kurang puas dengan pelayanan tutor dalam menanggapi tutorial. Saya banyak mengamati pertanyaan dari teman mahasiswa yang tidak ditanggapi bahkan diabaikan begitu saja. Meski sudah dijawab oleh teman-teman yang lain di kelas tersebut, namun partisipasi aktif tutorlah yang kami harapkan. Baru ketika suatu hari mengadakan pertemuan dengan Bapak Drs. Maximus Gorky Sembiring, M.Sc selaku Ketua UPBJJ LN yang menaungi pokjar Non Sipas Hong Kong, saya pun mengetahui alasan mengapa terjadi demikian. Setelahnya, saya merasa bersyukur karena di semester selanjutnya, para tutor mulai aktif memberikan tanggapan mahasiswanya di tutorial online. Ini membuktikan bahwa Universitas Terbuka senantiasa berusaha dan memerhatikan keinginan mahasiswanya yang haus akan ilmu pendidikan.
Ada 2 jenis paket di UT yang bisa dipilih oleh calon mahasiswa, antara lain: 1). Paket Sipas adalah sistem pemaketan mata kuliah yang dirancang untuk membantu mahasiswa dalam menentukan mata kuliah yang akan diregistrasikan dan terintegrasi dengan layanan Tutorial Tatap Muka (TTM) serta penyediaan bahan ajar. 2). Paket Non Sipas adalah sistem pengambilan mata kuliah secara satuan tanpa mengikuti pemaketan dan tidak terintegrasi dalam layanan TTM serta penyediaan bahan ajar.
Meskipun skema paketan yang saya ambil adalah Non Sipas, yang dalam hal ini adalah tanpa TTM, beli bahan ajar sendiri dan lebih bertumpu kepada belajar sendiri, namun karena Hong Kong dan segala kecanggihan teknologi yang tersedia membawa mahasiswa pada kemudahan-kemudahan mengakses ilmu dari mesin pencari di internet. Proses pembelajaran jarak jauh yang UT sodorkan memang cocok buat kami yang sedang berada di perantauan, juga dengan jenis pekerjaan yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah majikan.
Kini saya sudah pulang ke Indonesia. Belajar di UT, di mana pun berada, seumpama tidak bekerja lagi di Hong Kong, kita bisa melanjutkan kuliah tanpa harus merasa takut pending yang berarti membuang waktu dengan tidak melanjutkan kuliah. Kita bisa memilih kantor Unit Pembelajaran Jarak Jauh (UPBJJ) yang terdekat dengan lokasi tempat tinggal kita. UPBJJ adalah unit pelaksana teknis UT di daerah. Adapun fungsi dan tugas UPBJJ-UT adalah sebagai tempat mahasiswa untuk melakukan kegiatan administratif akademik dan kegiatan akademik.
Sehingga terhitung sejak 1 Juli 2016, saya berniat melanjutkan studi di Indonesia, tepatnya pindah dari UPBJJ Luar Negeri ke UPBJJ Bogor tentunya dengan biaya lebih murah bila dibandingkan ketika saya masih terdaftar sebagai mahasiswa UT di Hong Kong. FYI, dengan diresmikannya UPBJJ Tarakan, UT telah memiliki 40 unit layanan yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia, lho. Semakin memudahkan masyarakat Indonesia untuk menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan, bukan?
Perbedaan yang mencolok antara Hong Kong dan Indonesia mulai saya rasakan adalah seputar internet. Namun saya tidak lantas berkecil hati. Sebab ternyata, bagi mahasiswa aktif Universitas Terbuka bisa menggunakan layanan wifi.id corner yang disediakan oleh PT. Telkom Indonesia. Mahasiswa UT bisa mengakses layanan ini di pusat keramaian seperti mall, bandara, stasiun, dll. Ini mengingatkan saya terhadap freewifi-nya Hong Kong. Sambil belajar, minum kopi? Why not! Toh, segala sesuatunya membutuhkan pengorbanan.

Screen Shoot tata cara penggunaan wifi.id

Sebagai pembuktian diri mengikuti arus mobilisasi dan globalisasi. UT selalu pintar memanfaatkan celah teknologi dalam melayani kebutuhan mahasiswanya. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, saat ponsel berbasis android sudah mewabah, UT menargetkan kemudahan akses pembelajaran melalui ponsel pintar. Mahasiswa dapat mengunduh aplikasi UT Online di playstore. Lewat aplikasi ini, mahasiswa dapat mengakses materi kuliah, perpustakaan digital, memeriksa nilai secara daring, mengenal teman sekelas dan ujian secara daring.
Bahkan baru-baru ini, untuk memberikan kemudahan pembayaran biaya pendidikan mahasiswa, Bank BTN dan Universitas Terbuka bekerja sama dengan PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk. (Alfa Group). Dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara UT dan BTN pada tanggal 2 Mei 2016 lalu di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC) maka resmilah transaksi dapat dilakukan secara tunai di Kantor Pos, Loket Bank BTN dan ATM BTN di seluruh Indonesia. Pembayaran uang kuliah juga bisa dilakukan secara tunai di 12.000 gerai Alfa Group. Cukup dengan menunjukkan Lembar Informasi Pembayaran (LIP) dan mahasiswa UT bisa menikmati pembayaran praktis, nyaman dan aman. Saya yang baru menetap kembali di Tanah Air tak perlu merasa risau dalam melanjutkan kuliah.
Dengan berbagai inovasi dan kemudahan baik dari segi pelayanan maupun fasilitas yang disodorkan, jangankan saya, wajar saja jika di tahun ke 32 Universitas Terbuka berkembang kini menjadi pilihan anak muda dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Namun ada hal utama yang harus kita lakukan demi menunjang sistem UT yang berbasis internet adalah agar jangan sampai kita buta teknologi. Sebab bila kita tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, maka kita akan terlindas oleh zaman dan tertinggal jauh di belakang.
Seperti UT yang selalu berusaha menjangkau yang tak terjangkau, bersama UT kita menjangkau cita-cita yang sebelumnya seperti tak terjangkau.



 Referensi: http://www.ut.ac.id

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Universitas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas Terbuka ke-32. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan hasil jiplakan.”









Lomba Blog Dies Natalis Universitas Terbuka ke-32




Empat Windu Membangun Bangsaku



Dengan Teknologi, Universitas Terbuka Menjangkau yang Tak Terjangkau


Masih teringat jelas di benak saya beberapa tahun yang lalu, saat saya masih bekerja di Negeri yang katanya menyajikan surga bagi para Buruh Migran Indonesia (BMI), Hong Kong. Menyadari bahwa saya tidak akan selamanya menjadi ‘abdi dalem’ di negeri orang, sayapun segera mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas diri menyongsong ‘the real adventures’ di Indonesia. Di samping membekali diri dengan belajar informal, impian saya sejak 10 tahun yang lalu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi itu tetap berkorbar di dada.
Hal inilah yang melandasi saya memilih Universitas Terbuka sebagai alternatif utama memperoleh pendidikan formal. Saya sendiri sudah mengamati sepak terjang Universitas Terbuka di Hong Kong sejak tahun 2013. Namun baru bisa bergabung dengan Universitas Indonesia Pokjar Hong Kong Non Sipas di masa registrasi 2014.2, jurusan Akuntansi.

Mahasiswa UTHK Non Sipas selepas UAS 2016.1

 Jika ada yang bilang usia masih menjadi hambatan dalam menempuh pendidikan, jika ada yang masih memandang sebelah mata terhadap TKI/BMI khususnya BMI HK, itu semua non sense. Universitas Terbuka seperti memberikan secercah pembuktian kepada dunia bahwasanya BMI HK pun berpendidikan dan bermartabat. Sebab terbuka di sini berarti mahasiswa yang mendaftar tak perlu merisaukan masalah usia, tempat tinggal, profesi, tahun kelulusan ijazah SMA/sederajat, waktu belajar, masa registrasi dan cara belajar mahasiswa. Semua lapisan masyarakat berhak memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Di saat dulu pembelajaran konvensional atau tatap muka antara dosen dan mahasiswa menjadi satu-satunya cara, kini dengan hadirnya proses pembelajaran berbasis internet yang UT sodorkan, proses belajar mengajar semakin mudah dan fleksibel. Mahasiswa tak perlu datang ke kelas untuk belajar, juga tak perlu bingung membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah. Yang perlu dilakukan adalah dengan mengakses www.ut.ac.id untuk informasi lebih lanjut atau di saat ponsel berbasis android sudah mewabah, akses internet bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun, sebisa dan sesering mungkin aktif mengikuti tutorial online yang bisa diakses di elearning.ut.ac.id guna memperoleh maksimal 30% kontribusi terhadap nilai akhir semester.
Selain itu, skema pelayanan dan pembelajaran di UT juga sangat fleksibel. UT mengoptimalkan beragam media pembelajaran mulai dari media cetak (modul) maupun media elektronik (audio, video, radio, televisi dan internet) untuk membantu mahasiswanya dalam memahami materi pembelajaran.
Tentunya tidak ada sesuatu yang sempurna. Di awal-awal masa tutorial online, saya dan beberapa teman merasa kurang puas dengan pelayanan tutor dalam menanggapi tutorial. Saya banyak mengamati pertanyaan dari teman mahasiswa yang tidak ditanggapi bahkan diabaikan begitu saja. Meski sudah dijawab oleh teman-teman yang lain di kelas tersebut, namun partisipasi aktif tutorlah yang kami harapkan. Baru ketika suatu hari mengadakan pertemuan dengan Bapak Drs. Maximus Gorky Sembiring, M.Sc selaku Ketua UPBJJ LN yang menaungi pokjar Non Sipas Hong Kong, saya pun mengetahui alasan mengapa terjadi demikian. Setelahnya, saya merasa bersyukur karena di semester selanjutnya, para tutor mulai aktif memberikan tanggapan mahasiswanya di tutorial online. Ini membuktikan bahwa Universitas Terbuka senantiasa berusaha dan memerhatikan keinginan mahasiswanya yang haus akan ilmu pendidikan.
Ada 2 jenis paket di UT yang bisa dipilih oleh calon mahasiswa, antara lain: 1). Paket Sipas adalah sistem pemaketan mata kuliah yang dirancang untuk membantu mahasiswa dalam menentukan mata kuliah yang akan diregistrasikan dan terintegrasi dengan layanan Tutorial Tatap Muka (TTM) serta penyediaan bahan ajar. 2). Paket Non Sipas adalah sistem pengambilan mata kuliah secara satuan tanpa mengikuti pemaketan dan tidak terintegrasi dalam layanan TTM serta penyediaan bahan ajar.
Meskipun skema paketan yang saya ambil adalah Non Sipas, yang dalam hal ini adalah tanpa TTM, beli bahan ajar sendiri dan lebih bertumpu kepada belajar sendiri, namun karena Hong Kong dan segala kecanggihan teknologi yang tersedia membawa mahasiswa pada kemudahan-kemudahan mengakses ilmu dari mesin pencari di internet. Proses pembelajaran jarak jauh yang UT sodorkan memang cocok buat kami yang sedang berada di perantauan, juga dengan jenis pekerjaan yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah majikan.
Kini saya sudah pulang ke Indonesia. Belajar di UT, di mana pun berada, seumpama tidak bekerja lagi di Hong Kong, kita bisa melanjutkan kuliah tanpa harus merasa takut pending yang berarti membuang waktu dengan tidak melanjutkan kuliah. Kita bisa memilih kantor Unit Pembelajaran Jarak Jauh (UPBJJ) yang terdekat dengan lokasi tempat tinggal kita. UPBJJ adalah unit pelaksana teknos UT di daerah. Adapun fungsi dan tugas UPBJJ-UT adalah sebagai tempat mahasiswa untuk melakukan kegiatan administratif akademik dan kegiatan akademik.
Sehingga terhitung sejak 1 Juli 2016, saya berniat melanjutkan studi di Indonesia, tepatnya pindah dari UPBJJ Luar Negeri ke UPBJJ Bogor tentunya dengan biaya lebih murah bila dibandingkan ketika saya masih terdaftar sebagai mahasiswa UT di Hong Kong. FYI, dengan diresmikannya UPBJJ Tarakan, UT telah memiliki 40 unit layanan yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia, lho. Semakin memudahkan masyarakat Indonesia untuk menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan, bukan?
Perbedaan yang mencolok antara Hong Kong dan Indonesia mulai saya rasakan adalah seputar internet. Namun saya tidak lantas berkecil hati. Sebab ternyata, bagi mahasiswa aktif Universitas Terbuka bisa menggunakan layanan wifi.id corner yang disediakan oleh PT. Telkom Indonesia. Mahasiswa UT bisa mengakses layanan ini di pusat keramaian seperti mall, bandara, stasiun, dll. Ini mengingatkan saya terhadap freewifi-nya Hong Kong. Sambil belajar, minum kopi? Why not! Toh, segala sesuatunya membutuhkan pengorbanan.

Screen Shoot tata cara penggunaan wifi.id

Sebagai pembuktian diri mengikuti arus mobilisasi dan globalisasi. UT selalu pintar memanfaatkan celah teknologi dalam melayani kebutuhan mahasiswanya. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, saat ponsel berbasis android sudah mewabah, UT menargetkan kemudahan akses pembelajaran melalui ponsel pintar. Mahasiswa dapat mengunduh aplikasi UT Online di playstore. Lewat aplikasi ini, mahasiswa dapat mengakses materi kuliah, perpustakaan digital, memeriksa nilai secara daring, mengenal teman sekelas dan ujian secara daring.
Bahkan baru-baru ini, untuk memberikan kemudahan pembayaran biaya pendidikan mahasiswa, Bank BTN dan Universitas Terbuka bekerja sama dengan PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk. (Alfa Group). Dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara UT dan BN pada tanggal 2 Mei 2016 lalu di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC) maka resmilah transaksi dapat dilakukan secara tunai di Kantor Pos, Loket Bank BTN dan ATM BTN di seluruh Indonesia. Pembayaran uang kuliah juga bisa dilakukan secara tunai di 12.000 gerai Alfa Group. Cukup dengan menunjukkan Lembar Informasi Pembayaran (LIP) dan mahasiswa UT bisa menikmati pembayaran praktis, nyaman dan aman. Saya yang baru menetap kembali di Tanah Air tak perlu merasa risau dalam melanjutkan kuliah.
Dengan berbagai inovasi dan kemudahan baik dari segi pelayanan maupun fasilitas yang disodorkan, jangankan saya, wajar saja jika di tahun ke 32 Universitas Terbuka berkembang kini menjadi pilihan anak muda dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Namun ada hal utama yang harus kita lakukan demi menunjang sistem UT yang berbasis internet adalah agar jangan sampai kita buta teknologi. Sebab bila kita tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, maka kita akan terlindas oleh zaman dan tertinggal jauh di belakang.
Seperti UT yang selalu berusaha menjangkau yang tak terjangkau, bersama UT kita menjangkau cita-cita yang sebelumnya seperti tak terjangkau.



 Referensi: http://www.ut.ac.id

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Universitas Terbuka dalam rangka memperingati HUT Universitas Terbuka ke-32. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan hasil jiplakan.”









Friday 8 July 2016

Nay's Adventures: (Random) Jalan-jalan H+1 Lebaran 2016

Hari Jum'at, (8/7), adalah jadwal keliling bareng salah satu sahabat terbaik masa putih abu, Mega Rahmawati. Sedari kemarin, Kamis, (7/7), via BBM, wanita yang akrab disapa Ega  itu bilang akan menjemput saya sekitar jam 10 pagi. Untung banget ada dia. Secara untuk daerah Kuningan dan sekitarnya, karena pesatnya pembangunan, juga karena saya yang kelamaan ngelantur ngubek-ngubek di negeri Andy Lau, ada beberapa titik lokasi yang missed dari kenangan masa lampau saya sehingga mau tak mau saya membutuhkan tour guide (sopan dikit dari pada disebut tukang ojek hahha).

Well. Yang namanya Indo di mana-mana (mungkin) terkenal dengan jam ngaretnya. Dari waktu yang dijanjikan, eh gak tahunya datang jam 11 an. Ya, saya sih beruntung saja, karena saya masih dejavu dan penyesuaian diri dengan waktu dan kebiasaan antara Hong Kong dan Indo (ngeles sih ...)

Well. Tujuan pertama adalah rumah Nene alias Neni Siti Nurbaeti. FYI, saya, Ega dan Neni ini tripletnya Necis. Kemana-mana selalu bertiga. Meski waktu kelas 3 pisah kelas, namun ketika jam istirahat, kami selalu bersama. Hal ini membuat kami terkenal. Hahaha. Kurang satu, ditanya. Kasusnya mirip banget sama sahabat segelintir saya di Hong Kong: Mbak Enda dan Nanny Ocuz. Ahh saya jadi kangen kalian. Hiks :'(

Sebelum sampai ke rumah Nene, kami mampir dulu di konternya Ibu Paupau alias Ibef sambil isi pulsa. Kamipun selpi bareng.

Jepret, jepret, jepret, saya dan Ega capcus melanjutkan perjalanan.

Setibanya di depan pagar rumah Nene, kami disambut A'Ivan, suaminya Nene, lalu muncullah wanita yang sering kami buli itu. Ya, Nene ini ibarat Nanny Ocuz. Sering dibuli tapi tetap sayang kepada kami. Hahhaha. :P
Sebenarnya tujuan saya dan Ega ke rumah Nene ini buat ngajak ngebakso. Tapi Ega punya ide lain yakni makan mie ramen di Ramen Saga.

Dan seperti apa kesan saya setelah mencicipi makanan tersebut?
Berhubung di sini sudah jam 22.35, jadi to be continued yak :P