Tuesday 8 May 2018

Keadaan Manusia di Padang Mahsyar dan Kesempatan Raih Pahala di Bulan Ramadhan





Melihat wahana itu, saya menunjuk-nunjuk suami agar mencobanya. Saat itu, kami sedang mengikuti acara family gathering lembaga tempat saya bekerja. Zee force di Jungle Land Adventure Theme Park memang menjadi salah satu wahana yang digandrungi oleh pecinta wahana pemacu adrenaline. Wahana yang bisa dinaiki 4 orang itu bentuknya seperti pesawat dan bisa menjungkirbalikkan tubuh para penumpangnya. Bagi saya, wahana itu seperti mengasyikan dan penasaran ingin mencobanya.

Akhirnya, rayuan maut saya membuahkan hasil. Saya dan suami memilih pesawat. Kami pun naik dan duduk di kursi belakang. Oleh petugas, tubuh kami dikunci agar tidak terbanting saat wahana itu menjungkirbalikkan tubuh kami. Sebelum beraksi, saya dan suami berpegangan tangan. Seolah-olah kami akan melewati semua ‘cobaan’ itu bersama. Saya pun bahkan sempat melirik pria di samping kanan saya itu. Namun, ketika pesawat mulai melaju, tangan kami terberai. Masing-masing dari kami malah sibuk memegangi kunci yang membentang dari leher ke badan. Berharap dengan begitu akan mengurangi rasa takut dan tegang. Sampai permainan itu berakhir, kami masih tetap sibuk dengan bagaimana caranya menyelamatkan diri.

Begitulah keadaan ketika di padang mahsyar. Mahsyar (Arab: محشر) dalam Islam adalah tanah berpasir putih yang sangat luas dan datar, dimana tidak terlihat dataran rendah maupun tinggi di akhirat. Mahsyar adalah dataran raksasa yang tidak bertepi, tidak ada lembah, sungai maupun laut.

Di Mahsyar inilah semua makhluk Allah yang berada di tujuh lapis langit dan bumi termasuk malaikat, jin, manusia, binatang berkumpul dan berdesak-desakan. Setiap manusia pada hari pengadilan akan hadir di mahsyar, diiringi oleh dua malaikat, yang satu sebagai pengiringnya dan yang satu lagi sebagai saksi atas segala perbuatannya di dunia.

Menurut ajaran Islam, manusia yang pertama kali dibangkitkan oleh Allah adalah Muhammad. [HR Utsman bin Affan bin Dahaak bin Muzahim daripada Abbas rad]. Hari-hari di Mahsyar itu disebut sebagai Yawm al Mahsyar (يوم المحشر, Yaumul Hasyir). Kemudian dikatakan dalam sebuah hadits oleh Muhammad bahwa Palestina adalah tanah Mahsyar(dikumpulkan) dan Mansyar (disebarkan) manusia.[HR Imam Ahmad dengan sanad dari Maimunah binti Sa’d radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Wahai nabi Allah, fatwakan kepada kami mengenai Baitul Maqdis. Beliau bersabada, “Tanah Mahsyar dan Mansyar.” HSR Ahmad dan Ibnu Majah.] Di Indonesia, Mahsyar ini lebih dikenal dengan sebutan Padang Mahsyar, begitupula dengan orang-orang yang berbahasa Melayu.

Pada hari itu, semua manusia akan memikirkan dirinya sendiri. Tak peduli ketika orang tua, suami, atau anak diseret-seret oleh malaikat. Ibu tidak lagi menolong anaknya, suami tidak lagi memikirkan nasib istrinya, orang tua tidak lagi mementingkan anak cucunya. Mereka tidak saling mengenal satu sama lainnya. Mereka tidak akan saling menolong karena lebih mementingkan nasibnya sendiri.

Keadaan manusia akan tergantung dari amalan yang telah dikerjakan semasa hidupnya. Bahkan dalam satu riwayat, Allah akan menerbitkan matahari tepat di atas kepala dengan jarak hanya 2 busur. Saking panasnya, manusia akan terpanggang oleh teriknya matahari. Akibatnya, keringat pun mengalir deras, menggenangi padang mahsyar seiring ketakutan yang luar biasa. Keringat itu ada yang naik hingga ke badan mereka, ada lagi yang mencapai lutut, sebagian lagi ada yang mencapai pinggang, mencapai lubang hidung, bahkan ada yang nyaris tenggelam oleh keringatnya sendiri. Hanya bagi orang yang beriman, beramal shaleh serta banyak mengerjakan kebaikan yang akan terlindungi dari teriknya sengatan matahari.

“Setiap orang dari mereka pada hari itu sibuk dengan urusannya masing-masing (37) Banyak muka pada hari itu berseri-seri, (38) tertawa dan gembira ria,(39) dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu,(40) dan ditutup lagi oleh kegelapan (karena merasa hina) (41) Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka.(42)” [Q.S. ‘Abasa (80) : 37 – 42]

Namun ada satu manusia yang tidak henti-hentinya ke sana kemari memohon kepada Allah untuk keselamatan manusia lainnya. Ia sibuk mencari dan mencari hambanya. Di saat matahari begitu terik, ia memanggil manusia untuk diberi minum. Manusia itu adalah Baginda Rasulullah SAW. Satu-satunya manusia paling sibuk di hari itu.

Mengingat sebentar lagi bulan Ramadhan, mungkin tak hanya saya yang merindukan kehadirannya. Umat Muslim di dunia pun merindukannya. Keutamaan-keutamaan yang mengiringi bulan nan mulia menjadi landasan saya merindukannya. Di bulan yang penuh barokah tersebut; semua pintu kebaikan terbuka, doa-doa yang membumbung tinggi itu dimustajabkan, segala dosa-dosanya diampuni, dan pahala atas kebaikan dilipatgandakan. Apalagi di dalamnya terdapat dua moment besar yakni nuzulul qur’an dan lailatul qadr.

Jika Allah memberi kesempatan umur saya hingga Ramadhan, saya tidak akan menyia-siakan kesempatan dengan bersama-sama menjadikan bulan ini menjadi ladang garapan amal ibadah. Shalat 5 waktu, berpuasa dan menjaga hawa nafsu, zakat maal, dan zakat fitrah. Selain itu, shalat tarawih, shalat rawatib, shalat qiyamul lail, tadarus, dzikir, itikaf dan mengagungkan baginda Rasulullah SAW melalui lantunan shalawat. Di mana pun dan kapan pun, berusaha untuk menyertakan Allah dan Rasulnya dalam hati.

Meski di Padang Mahsyar nanti saya tidak akan mengenal suami saya, anak-anak saya, orang tua saya, teman-teman dan saudara lainnya, sebelum saya benar-benar tidak mengenali mereka, saya akan mengajak mereka agar tidak menyia-siakan bulan Ramadhan. Tujuannya adalah agar kita semua bisa mencapai syurga Allah, berkumpul bersama di Firdaus Allah.

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya.” [ath-Thûr (52) :21]

Suatu kenikmatan tiada tara yang diraih oleh penghuni surga adalah hidup bersama-sama dengan keturan mereka, meskipun amalan shalih anak keturunan tidak sepadan dengan orang tuanya baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Maka, saya ingin yang merasakan nikmat tersebut. Bisa berkumpul kembali bersama keluarga saya, di surga Allah. Semoga Allah meridhoi langkah ini dan memasukkan kami semua ke dalam orang yang beriman dan beruntung.