Wednesday 28 December 2016

Pengalaman Memakai Aplikasi OLX Indonesia, Ini Dia Tips Memilih dan Membeli Motor Bekas





Sebagai Warga Negara Indonesia yang baru menetap kembali setelah beberapa tahun meninggalkan tanah air tercinta demi mencari nafkah keluarga di Hong Kong, tentu ada banyak hal yang berubah. Secara langsung, perubahan tersebut mendorong saya agar segera beradaptasi dengan cepat. Salah satu faktor adaptasi adalah mengenai masalah transportasi.

Seperti negara maju lainnya, Hong Kong sudah difasilitasi oleh sarana transportasi yang canggih dan tertata. Banyak orang memilih angkutan umum seperti Mass Transit Railway (MTR), bus, tram, dan mikrolet. Bahkan untuk jarak dekat, masyarakat Hong Kong lebih suka jalan kaki. Jangan salah jika ada orang Indonesia berkunjung ke sana dan tercengang begitu melihat langkah-langkah kaki yang cepat. 

Ya, ini semua berkat kebiasaan yang ditanamkan oleh pemerintah yang tentunya didukung penuh oleh masyarakatnya. Dengan pola tertata tersebut, selama saya di Hong Kong, jarang sekali saya menemui kemacetan signifikan. Arus transportasi lancar, aman dan nyaman. Bahkan, jika ada bus yang mogok/terjadi kesalahan teknis, dalam hitungan menit, bus pengganti akan segera tiba. Mereka sungguh tahu, bahwa waktu adalah uang, bahwa menunggu adalah sesuatu yang sangat menyebalkan. #eh

Lain Hong Kong, lain Indonesia. Jangan tanya seperti apa sistem transportasi di Indonesia karena kawan sudah pahami betul bagaimana. Beberapa minggu di Indonesia, saya mulai kelimpungan soal transportasi. Bukan salah saya juga jika memilih lokasi yang jauh dari pusat keramaian sehingga kesulitan trasnportasi. Meski sekarang booming ojek online yang bisa antar langsung ke lokasi tanpa khawatir nyasar, kalau sering banget pakai jasa tersebut mah lama-lama tabungan saya abis atuh.  Untuk itulah, saya berencana membeli sepeda motor yang akan membantu saya piknik tipis-tipis. 

Sebagai emak-emak yang dari sananya ditakdirkan ngirit, membeli sepeda motor bekas adalah ide yang paling ajib. Keuntungan membeli sepeda motor bekas itu selain bisa dicoba dulu, harga yang ditawarkan pun murah dan terjangkau. Kalau motor gak sreg di hati, kan bisa dibatalin. Misal harga asli motor 14 juta, harga motor bekas 8 juta. Nah, kan ngirit 6 juta tuh. 6 juta tersebut bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih bermanfaat atau dibelikan kebutuhan rumah lainnya. Beda dengan beli baru. Udah mah gak bisa dicoba, harganya mahal, apalagi dicicil, proses surat menyurat yang butuh waktu, kalau nyesel, masa iya sih dijual lagi. 

Jadilah saya bertekad membeli motor bekas. Namun, ternyata membeli motor bekas itu gak segampang membalikkan telapak tangan. Apalagi mencari barang bekas yang masih kayak baru, beuuhh, seribu banding sepuluh kali. Kayak baru itu seperti bodinya masih mulus, spidometer masih rendah, gak banyak aksesori tambahan. Penting pula untuk melihat kapan motor itu dibeli. Kalau motornya keluaran 10 tahun yang lalu meski harganya murah mah ya, mending jangan. Jangan-jangan baru dipakai sebulan sudah turun mesin. Siapa yang rugi coba? Bukan untung tapi bunting. Heuheu …Tapi bukan saya jika gak dicoba dulu sampai ketemu.

Tips membeli motor bekas pertama yang saya lakukan ketika ingin membeli motor bekas adalah siapkan budgetnya. Saya tidak berpikir model apa sebab baik motor matic, dua tak, pitak atau kopling sekalipun, Insya Allah saya bisa. *Gaya dikit hahaha

Hal kedua yang saya lakukan adalah bertanya ke tetangga, kerabat dekat, ibunya teman anak saya yang pada suka nongkrong kalau jam jemput sekolah. Logikanya begini, jika meminta bantuan kepada mereka, masa iya sih, bakal dipilihin motor yang abal-abal alias gak layak pakai. Jika begitu, berarti tetangga, kerabat dekat, ibunya teman anak saya yang pada suka nongkrong kalau jam jemput sekolah itu ternyata tukang tegaaaaa. 

Usaha lain adalah kamu bisa datangi dealer motor bekas. Tapi untuk tips ini, saya gak rekomendasikan ya. Soalnya menurut saya, jatuhnya tetap aja mahal. Demi pencarian motor, saya sudah survey ke 3 dealer motor bekas. Dan begitu hasilnya meski banyak pilihan berjejeran. Hehehe. Pusing juga ya.

Ikhtiar lain yang lakukan adalah dengan mendownload aplikasi jual beli barang bekas atau yang dikenal aplikasi OLX Indonesia. Di aplikasi tersebut, banyak sekali barang bekas yang ditawarkan. Dari mulai rumah, mobil, motor bahkan sampai perabot rumah tangga. Jadi tiap harinya saya punya pekerjaan khusus, yaitu pantangin terus aplikasi tersebut biar saya bisa pilih motor yang sesuai kriteria. Cari yang sekitaran daerah tempat tinggal kamu biar gak kejauhan kalau mau lihat barangnya dan tawar menawar harga.

Mencari di aplikasi ini, kamu jangan sampai tertipu dan terbuai oleh oknum-oknum yang memanfaatkan aplikasi. Contohnya saja ketika saya nemu motor dengan harga miring pakai banget. Dari deskripsi sepertinya yahud punya. Tapi begitu ditanya ke si penggugah foto yang katanya bekerja sebagai dokter pindahan dari Jakarta di rumah sakit terkenal Lampung (orangnya kirim foto KTP dan tanda pengenal lain), jawabnya motor dibawa ke Lampung. Di Lampung gak dipakai karena sudah disediakan kantor. Lihainya, dia menawarkan 50:50. Pembeli harus membayar dulu setengahnya baru motor dikirim ke alamat pembeli. Tapi setelah saya kroscek ke rumah sakit, memang ada nama tersebut tapi Pak Dokter itu jujur kalau dia gak pernah merasa menjual motor. Sudah dipastikan ini adalah oknum penipu. 

Belum lagi ada yang ngaku Polisi. Katanya sedang ada tugas dinas di Bandung gak bisa pulang ke Depok dalam waktu dekat. Motornya dibawa. Ditanya Bandung mana biar keluarga yang lihat, jawabnya udah dijual ke tadi yang nawar. Kan kelihatan banget ngelesnya. Duhh …

Finally, setelah pencarian cukup panjang. Di sebuah pagi yang indah, saya menemukan motor murmer dengan spesifikasi idaman, baru beberapa menit yang lalu diunggah. Bodi terlihat mulus, spidometer masih rendah karena jarang dipakai, baru dibeli 9 bulan yang lalu, mesin dan aksesori masih original, warnanya hitam dan harganya pun sesuai dengan kocek. Mantap suratab pokoknya. Tanpa menunggu lama, segera saja saya komunikasi dengan penjualnya dan berniat ingin melihat kondisi motor dan memastikan kebenaran deskripsi yang ia gambarkan. Hoax or no. Begituuu … 

Di antar abang ojek online, saya pun mendatangi rumah penjualnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan. Di perjalanan, si abang tanya mau ke mana. Saya ceritakan aja jujur. Karena saya cewek, apalagi baru beberapa minggu di Indonesia, perihal motor, sebenarnya saya blank. Saya pun meminta bantuan si abang untuk memeriksa kualitas motor bekas tersebut. Untung si abangnya baik hati. Begitu tiba di lokasi, kakak yang punya motor tidak ada. Tugas dilimpahkan ke adiknya yang saat itu lagi ada di rumah. Si abang bantu saya cek motor. Spesifikasi yang dideskripsikan sesuai banget dengan kenyataan. Saya juga suka. Pas dinyalain, mesinnya halus. Maka saya coba menawarnya. Sayangnya, si yang punya gak mau dikurangi lagi, saya bilang pikir-pikir dulu mau rembugan sama keluarga. Tak lupa saya foto motor tersebut untuk dipamerkan ke keluarga saya.

Setelah sampai di rumah, kakak sepupu dukung 100%. Jadilah saya menghubungi kembali si Mpunya motor. Saya bilang setuju dengan harga terakhir penawaran dan memintanya mengantar ke rumah karena saya belum bisa bawa motor, untuk masalah pulangnya biar dipesankan ojek online. Untungnya si Mpunya motor setuju. Saya sengaja memberi alamat rumah kakak sepupu biar suaminya bisa mengecek untuk yang kedua kalinya sebelum saya kasih uangnya. Malam itu jadilah malam terpanjang penantian. 

Jam 9 malam kurang, ada motor yang berhenti di rumah kakak sepupu. Gak lama kemudian, suara langkah mendekat ke arah pintu yang sedari tadi dibuka.
“Assalamu’alaikum,” sapanya.
“Wa’alaikumsalam,” jawab saya.
“Ibu Rina?” tanyanya sopan.
“Ya, saya?”
“Saya Toni, Bu, yang jual motor di OLX.”
Saya langsung tercengang. Pemilik motor itu ternyata orangnya ganteng. Hahaha …



Monday 5 December 2016

Kisah Sejati: Buah Pengorbanan Untuk Ibu


Kasih sayang Ibu tidak akan pernah padam oleh apapun


Sebagai orang yang bekerja di Koperasi Keuangan Syari’ah, gaji Rp. 700.000 per bulan pada tahun 2002 boleh dikatakan pas-pasan untuk kehidupan kami di Jakarta. Jangankan untuk makan, waktu itu kami (saya, istri, anak saya kelas 3 SD, playgroup dan bayi) masih mengontrak rumah untuk tempat tinggal. Meskipun begitu, keinginan saya untuk menyambangi rumah Allah di Tanah Suci sekaligus menunaikan rukun Islam yang kelima itu sangatlah besar.

Alhamdulillah …saya dikaruniai istri yang begitu solehah. Ia sangat mendukung keinginan saya tersebut. Ia tahu kondisi kami yang serba pas-pasan. Melalui pertimbangan yang bijaksana, istri saya berbangga hati merelakan jika hanya saya seorang yang berangkat. Lantas untuk melancarkan niat saya tersebut, saya berencana akan membuka rekening tabungan haji sebesar Rp. 500.000,- per bulan yang dimulai dengan mengambil momentum buka rekening di Bulan Haji tahun 2002.

Namun seminggu sebelum bulan Dzulhijjah datang, sehembus angin mengingatkan saya bahwa betapa ibu (yang saat ini sudah menghadap Illahi) belum pernah sekalipun melaksanakan ibadah kurban. Semua ini dikarenakan kemiskinan yang kami alami. Kami harus sabar menerima semua ketetapan yang Allah berikan dengan ikhlas.

Mengingat itu, saya kembali menimang-nimang antara keputusan saya membuka saldo awal tabungan haji atau memakai uang tersebut untuk berkurban atas nama ibu. Dan pilihan ada pada opsi kedua. Ya, saya memutuskan untuk berkurban. Demi ibu. 

Akhirnya, tiga hari sebelum lebaran saya pulang ke kampung halaman di Tegal. Saya mencari kambing yang bagus, yang saat itu harganya Rp. 700.000,-. Satu bulan gaji saya. Sesudah mendapat kambing yang bagus, saya serahkan ke panita kurban di desa.

Hari yang dinanti tiba. Dengan kedua mata saya, saya menyaksikan detik-detik kambing itu disembelih. Seiring darah yang mengalir dari leher kambing kurban, mengalir pula kristal bening dari mata saya yang buru-buru saya seka karena banyak mata menyaksikan prosesi sakral tersebut. Bangga dan haru bersembunyi dibalik tangis saya yang tertahan.

“Ya Allah, terimalah kurban hamba atas nama ibunda hamba, Djanatin binti Wabdlo. Catat hamba sebagai anak saleh di sisi-Mu, anak yang berbakti kepada orang tua. Aamiin.”

Malam harinya, saya kembali ke Jakarta naik bus. Saya duduk di pinggir jendela. Melihat ke arah luar, melihat kepada pekat malam yang mengerubungi semesta, melihat kepada pepohonan dan benda yang bergerak seolah berlarian, pikiran saya menerawang jauh pada peristiwa pemotongan hewan kurban tadi. Seraya berharap bahwa Allah benar-benar mencatat saya sebagai anak soleh yang berbakti. 

Hingga di satu titik, terbesit rasa sesal. Entah dari mana datangnya pemikiran seperti itu. Mengingat keinginan saya ke Tanah Suci, mengingat uang Rp. 700.00,- yang saya gunakan untuk membeli kambing, mengingat sebenarnya untuk tersebut digunakan untuk membuka saldo awal tabungan haji, air mata kembali membanjiri pipi. Saya menangis di bus. 

Pertanyaan seputar ‘mengapa uangnya dipakai kurban, bukannya untuk saldo awal tabungan haji’ berkecamuk meraja tiap sudut benak menjadikannya penyesalan yang menohok hati. Saya benar-benar sedih dan bimbang. Ketakutan bahwa nantinya saya tidak semangat lagi menabung karena momentum Bulan Haji kali itu uangnya dipakai untuk kurban. Padahal saya ingin sekali menjadikan bulan tersebut sebagai  awal yang baik untuk melancarkan niat saya menunaikan rukum Islam yang kelima itu.

Seiring berjalannya waktu, pikiran picik seperti itu berhasil ditepis. Pikiran-pikiran negatif, saya ubah ke hal positif. Toh saya juga berpikir, kurban tersebut adalah bukti bakti kepada Alm. Ibu. Kapan lagi bisa berbakti kepada wanita yang sudah melahirkan ke dunia kalau tidak sekarang. Menunda-nunda sesuatu itu tidak baik. Belum tentu pula kesempatan akan datang kedua kalinya. Urusan haji, saya berpikir untuk memulai menabung di bulan berikutnya. Biidznillah, saya pun mengawali membuka saldo tabungan haji saya.
***
Bukti kekuasaan Allah bagi umatNya memang luar biasa. Segala hal yang sudah Ia tetapkan memang di luar penalaran akal seorang manusia. Setelah penyesalan yang berujung pada penerimaan itu, Allah benar-benar membantu saya. Saya tidak hanya bisa rutin menabung di tabungan haji, bahkan di tahun 2003, saya benar-benar bisa berkurban menggunakan uang hasil keringat saya sendiri.

Di tahun 2004, derai ucapan hamdalah tak henti saya bumbungkan ke langit. Akhirnya, Allah memanggil saya agar lebih mendekat lagi. Tanah Suci akan segera saya pijak. Ka’bah akan segera saya datangi. Bahkan, hingga detik ini saya bisa berkurban setiap tahunnya. Hingga cerita ini saya kucurkan, saya yakin bahwa keberhasilan yang saya rasakan ini ada campur tangan doa ibu yang tak hentinya mengalir. Kendati sekarang ibu sudah tiada, dengan cara inilah saya bisa membalas segala kebaikan dan kemurahan yang telah ibu berikan semasa hidupnya untuk saya. (Riana Dewi)


****
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Berita Indonesia, koran lokal berbahasa Indonesia terbit di Hong Kong, edisi Desember 2016

 

OPINI: Benarkah Menjadi Buruh Migran Tugas Seorang Ibu Gagal?





Seperti yang sudah kita ketahui bersama, kebanyakan Buruh Migran Indonesia (BMI) yang tersebar di seantero jagat raya itu berjenis kelamin wanita. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan wanita mengapa mereka rela menjadi tulang punggung keluarga. Salah satu faktor utamanya adalah perihal ekonomi. Padahal, untuk urusan mencari nafkah, seharusnya wanita tidak perlu sejauh itu meninggalkan dan mengabaikan perannya sebagai seorang anak, istri, ibu dari keluarganya.

Ibu mempunyai peran penting dalam sebuah keluarga, terutama dalam mendidik anak-anaknya. Ibu sebagai madrasah pertama karena seorang ibu dituntut mampu mendidik putra putrinya, mengajarkan sesuatu yang baru, melatih, membimbing, mengarahkan serta memberikan penilaian yang baik berupa hadiah atau hukuman yang mendidik. Seorang ibu juga menjadi tauladan, bahkan anak akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Lebih dari itu, ibu juga bisa menjadi psikolog untuk anak-anaknya. Ibu akan paham tentang pola asuh, cara membuat nyaman anak-anaknya dan bagaimana cara melindungi dari pengaruh lingkungan sosial agar tumbuh kembang anak menjadi terarah dan terdidik.

Memilih pekerjaan sebagai BMI di negara penempatan yang notabene berjauhan dari keluarga, membuat ibu tidak bisa melakukan perannya dengan baik. Mau tidak mau, ibu harus merelakan anak-anaknya dididik oleh lingkungan yang seadanya. Hal ini tentunya menyebabkan perkembangan yang variatif pada anak. Banyak anak yang ikut terbawa arus negatif zaman, namun tak sedikit pula anak-anak berprestasi meski ditinggal ibunya. Pola pendidikan informal yang ibu terapkan terhadap anak sangat penting sebagai alat filterisasi kehidupan. 

Karena hal ini merupakan risiko yang harus ditanggung, maka ibu di negara penempatan harus berusaha sekuat tenaga mendidik anaknya. Jika pembelajaran berbasis online bisa diterapkan kepada siswa-siswanya, ibu pun bisa memanfaatkan teknologi yang canggih tersebut untuk mengajari anak-anaknya. Komunikasi yang lancar adalah salah satu cara mendidik anak. Tanyakan bagaimana perkembangan sekolah anak, tentang pelajarannya, tentang kehidupan di luar sekolah dan masih banyak lagi. Tanamkan kepada anak sikap mandiri, berikan nasihat-nasihat bermanfaat, berikan pengertian agar anak lebih mengerti tentang keadaan yang sedang mereka hadapi. Apalagi sekarang ada banyak aplikasi menawarkan video call. Dengan gaji cukup sebagai BMI, memberikan jatah pembelian internet di Indonesia tentu bukanlah hal yang sulit lagi. 

Satu hal yang utama, sebelum berangkat dan bekerja sebagai BMI, ibu harus memastikan kondisi anak-anaknya berada di lingkungan yang kondusif. Dalam artian, kepada siapa anak tersebut dititipkan, mampukah orang tersebut mendidik anak dan bagaimana lingkungan sekitar memberikan dampak terhadap anak. Sebab menurut survey, lingkungan merupakan tempat belajar kedua setelah keluarga. (Riana Dewi)



**** 
Artikel ini pernah dimuat di Koran Berita Indonesia, koran lokal berbahasa Indonesia terbit di Hong Kong Edisi Desember 2016.


Sunday 4 December 2016

Berbagi Resep Membuat Laksa Betawi yang Lezat dan Nikmat




Berbagi Resep Membuat Laksa Betawi yang Lezat dan Nikmat. Mungkin ini adalah salah satu cara saya buat balas dendam. Ketika bekerja di Hong Kong sebagai Buruh Migran Indonesia, di rumah majikan, perihal masak memasak, saya tidak sebebas seperti yang orang lain bisa lakukan. Padahal jujur saja, saya ingin sekali mencoba berbagai resep masakan yang siapa tahu setelah pulang, saya punya bisnis makanan. Sayangnya, rencana tak sesuai harapan. Oleh karena itu, ketika saya kembali ke tanah air Indonesia, saya pun bertekad untuk menggunakan waktu senggang saya mencoba berbagai masakan khas Indonesia. Satu makanan yang saya incar adalah Laksa. Teman merekomendasikan memasak Laksa Betawi.
 
Laksa menjadi makanan etnis Tionghoa atau kaum peranakan yang bermukim di Semenanjung Inggris. Laksa juga terkenal di Singapura dan Malaysia. Meski begitu, banyak tangan ajaib yang telah mengubah laksa hingga resepnya menjadi bervariasi. Padahal menurut sejarahnya, laksa adalah makanan jenis mie yang diberi bumbu spesial sesuai budaya peranakan masing-masing.


Karena yang dibahas kali ini adalah Laksa Betawi, maka saya akan membagikan resep membuat Laksa Betawi lezat dan nikmat yang telah berhasil saya praktekkan. Yuk, apa aja sih bahan dan bumbunya?

-          Pelengkap

1.   1 bungkus bihun (saya pakai bihun jagung), rendam kemudian tiriskan dan potong-potong agar tak terlalu menjuntai

2.      2 butir telur, rebus kemudian iris menjadi 2 bagian

3.      Toge secukupnya

4.      Tahu pong secukupnya, lalu iris tipis-tipis

5.      Daun kemangi secukupnya

6.      Bawang goreng secukupnya



-          Bahan-bahan

1.      Santan kental sekitar 250 ml dari ½ butir kelapa tua, ampas kelapa bisa dibuat santan encer

2.      ½ ekor ayam lalu potong menjadi 3 bagian



-          Bumbu-bumbu

1.      2 batang sereh (memarkan)

2.      5 lembar daun salam

3.      7 lembar daun jeruk

Untuk dihaluskan

4.      8 siung bawang merah

5.      6 siung bawang putih

6.      1 sendok makan ketumbar

7.      1 ruas jari jahe

8.      1 ruas jari kunyit

9.      1 ruas jari lengkuas

10.  10 buah cabe merah segar

11.  6 butir kemiri

12.  Gula jawa secukupnya

13.  Garam dan penyedap rasa secukupnya



-          Cara Membuat Laksa Betawi

1.      Tumis bumbu yang sudah dihaluskan, masukan sereh, daun salam dan daun jeruk lalu masukan ayam yang sudah dipotong tersebut. Masukan santan encer hingga mendidih. Biarkan ayam matang.

2.      Setelah ayam matang, ambil dan suwir-suwir dagingnya, sisihkan. Kuah yang sudah tidak ada ayamnya kemudian ditambahkan santan kental. Beri gula, garam dan penyedap rasanya secukupnya.

3.      Masukan toge yang sudah dicuci dan tahu pong yang udah diiris tipis-tipis ke dalam kuah. Cicipin kembali sebagai tester terakhir.



-          Cara menyajikannya

Tempatkan bihun dalam mangkuk dan beri suwiran ayam, irisan telur ayam dan kemangi di atasnya. Tuangkan kuah laksa yang masih panas berikut toge dan tahunya. Jangan lupa taburi bawang goreng untuk rasa yang lebih sedap lagi.



Kebetulan sore harinya, Depok gerimis tipis-tipis, malah sempat mati lampu. Adanya masakan Laksa Betawi yang saya buat membuat suasana lebih hangat dan kekeluargaan. Karena menurut saya rasanya enak, saya tak segan membagikannya kepada tetangga dan kakak sepupu. Apa komentar mereka? Katanya uenaaaaaakkkk. Ngeunah kalau kata orang Sunda mah.






Baca juga : Resep Membuat Cilok Alakadarnya yang Lezat di di sini