PIKNIK KE TUNG LUNG CHAU : Memaknai perjalanan bersama teman
seperguruan
Menjadi
salah satu Buruh Migran Indonesia yang bekerja di Hong Kong merupakan sebuah
anugerah yang Tuhan berikan bagi siapa saja yang bisa memanfaatkan waktu luang
di tengah kesibukan bekerja. Apalagi pemerintah Hong Kong memberikan hak libur
seminggu sekali. Hal ini mendorong adanya berbagai kegiatan positif dalam
rangka menghabiskan waktu liburan tersebut. Bagi yang senang belajar, ada
banyak kursus-kursus. Diantaranya: kursus menjahit, kursus make up, kursus bahasa Inggris dan masih banyak lagi. Bagi yang
suka berorganisasi, di Hong Kong bertebaran berbagai organisasi dengan
aktivitas-aktivitas yang beragam. Ada pula yang menghabiskan waktu liburnya
dengan wisata keliling Hong Kong. Menjelajah tiap lekuknya, menikmati indahnya
kebingharan dan keheningan kota Hong Kong.
Tung
Lung Island atau yang dikenal pula dengan sebutan Nam Tong Island adalah sebuah
pulau yang terletak di ujung Clear Water Bay di New Territories Hong Kong.
Pulau yang tidak berpenghuni ini secara administratif adalah milik Distrik
Saikung. (www.wikipedia.com)
Saya
beserta teman seperguruan (baca: kuliah) mengadakan perjalanan ini dalam rangka
piknik pasca UAS. Sehabis bertempur dengan soal-soal, otak membutuhkan suatu
penyegaran. Maka, dipilihlah Tung Lung Chau karena track perjalanan terbilang mudah dan cocok untuk pemula.
Pada
akhir pekan, layanan transportasi tersedia dari Sam Ka Tsuen Ferry Pier dari
Yau Tong exit A2. Tiket pulang pergi seharga HKD 45. Namun, kami lebih memilih
rute dari Sai Wan Ho Ferry Pier. Kami hanya turun di MTR Sai Wan Ho exit A1,
belok kanan, jalan lurus sekitar 15 menit hingga menemui dermaga, dan sebuah
kapal ferry kecil akan membawa kami melintasi lautan menuju Tung Lung Island.
Namun ingat, ada waktu-waktu tertentu baik keberangkatan maupun kepulangan.
Jadwal
untuk hari Minggu dan libur resmi, tarif ongkos pulang pergi sebesar HKD 55
Dari
Sai Wan Ho
|
08.30
|
09.45
|
11.00
|
14.15
|
15.30
|
16.45
|
Dari
Tung Lung Island
|
09.00
|
10.20
|
13.45
|
15.00
|
16.00
|
17.30
|
Selama
kurang lebih 45 menit dimanjakan dengan angin laut, akhirnya tiba di dermaga
Tung Lung Chau. Sebelum melakukan perjalanan, saya dan teman-teman yang ikut
tak lupa berdoa terlebih dahulu agar diselamatkan dari awal hingga akhir
perjalanan.
Perjalanan
pun dimulai …
Mata
kami tak henti memandang paparan keindahan yang disuguhkan alam. Apalagi Minggu
itu cuaca begitu mendukung. Langit biru menghiasi angkasa. Meski panas terik,
namun keceriaan teman-teman seperti menghapus cucuran keringat yang mengalir dari
pelipis.
Setelah
beberapa menit berjalan, kami bertemu dengan sebuah bukit yang dinamakan Hen
Hill. Hen adalah bahasa Inggris yang berarti induk ayam. Ya, sebab apabila
dilihat dari kejauhan lalu kita berimajinasi, maka puncak Hen Hill yang
sebenarnya adalah bongkahan batu besar itu menyerupai induk ayam yang sedang
bertengger di puncak. Namun percayalah, ketika kita sudah menginjakkan kaki di
atas batu Hen Hill, mulut tak henti berdecak kagum. Di utara, penglihatan kita
diserbu oleh pemandangan dari Clear Water Bay Peninsula dan Joss House Bay.
Sejauh mata memandang, biru dan biru. Menakjubkan. Belum lagi di daerah barat,
Hong Kong Island menjadi latar pemandangan yang tak kalah menakjubkan.
 |
Hen Hill |
|
 |
Menikmati udara dari puncak Hen Hill |
|
Puas
mengabadikan momen indah tersebut bersama teman, kami pun melanjutkan
perjalanan. Dari Hen Hill berjalan menuruni bukit. Kanan kiri kami adalah
tanaman pendek-pendek. Bayangkan Anda berada di perkebunan teh di Bandung. Nah,
seperti itulah kami melintasi tanaman-tanaman tersebut. Kami berjalan di jalan
setapak yang membelah tanaman. Disarankan memakai celana panjang saat melakukan
perjalanan ini atau nasib teman saya yang baret-baret karena tergores dahan kering
tanaman akan Anda alami. Akhirnya setelah melewati perkebunan itu, kami
menemukan jalan mudah dilalui. Tujuan kami selanjutnya adalah Tung Lung Fort
Special Area.
Dari
timur laut pulau, sekitar 20 menit perjalanan dari dermaga terdapat area untuk
orang-orang yang suka berkemah. Area perkemahan itu sebenarnya adalah sisa-sisa
Tung Lung Chau Fort yang dibangun antara tahun 1662 dan 1722 itu digunakan
sebagai benteng untuk mempertahankan pulau dari bajak laut.
 |
Pohon Pinus di Area Perkemahan |
Saat
itu, sinar mentari sedang berada di puncaknya. Kami memutuskan untuk
beristirahat di bawah pohon pinus yang letaknya masih di sekitar area perkemahan.
Sambil membuka bekal makan siang masing-masing, saya dan teman-teman berebut
canda dan cerita.
Ternyata,
tak jauh dari kami beristirahat, di bawahnya terdapat semenanjung. Ombaknya
kecil namun batu karangnya tinggi menjulang. Kami pun berfoto di sana dengan
latar lautan biru yang indah. Sebelum melakukan perjalanan ini, saya baca di
Wikipedia sebagai panduan. Di Tung Lung Chau juga terdapat area yang bisa
digunakan untuk panjat tebing, lho. Tapi tentunya hanya boleh dilakukan bagi
mereka yang sudah ahli saja.
 |
Laut di Bawah Pohon Pinus |
Sebenarnya
masih banyak lagi tempat-tempat indah yang harus dikunjungi. Ada tempat
bersejarah Dinasti Era, Radio Station, Helipad (tempat mendaratnya helikopter),
The Summit (puncak tertinggi) yaitu sekitar 232 di atas permukaan laut. Namun
belum bisa kami kunjungi satu persatu dikarenakan keterbatasan waktu.
Sekitar
jam 2 siang, kapal datang menjemput kami. Senyum kepuasan tampak di wajah lelah
saya dan teman-teman. Waktu tidak akan bisa datang lagi, kesempatan kedua
mungkin tak akan seindah kesempatan pertama. Bagi saya, perjalanan itu tak
hanya perjalanan biasa. Sebab ketika Anda bersama teman yang saling bahu
membahu dalam hal kebaikan, momen indah inilah yang akan menjadi bekal cerita
kita untuk disampaikan kepada teman, saudara, anak dan keluarga ketika
‘perjalanan sesungguhnya’ kita akhiri. Lantas, kita pun bisa dengan bangga
berkata, “betapa beruntungnya saya!” (Riana Dewi)
 |
Biru dan Biru |
*Tulisan ini pernah dimuat di Berita Indonesia, koran lokal berbahasa Indonesia yang terbit di Hong Kong